Ir. H. Joko Widodo (lahir di
Surakarta,
21 Juni 1961; umur 51 tahun), lebih dikenal dengan nama julukan
Jokowi, adalah
Gubernur DKI Jakarta dari 15 Oktober 2012. Ia merupakan gubernur ke-17 yang memimpin ibu kota
Indonesia tersebut.
Sebelumnya, Jokowi menjabat
Wali Kota Surakarta (Solo) selama dua kali masa bakti
2005-
2015, namun tidak terselesaikan lantaran terpilih sebagai gubernur DKI Jakarta. Dalam masa jabatannya di Solo, ia diwakili
F.X. Hadi Rudyatmo sebagai wakil walikota. Dia dicalonkan
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Masa kecil
Joko Widodo lahir dari pasangan Noto Mihardjo dan Sujiatmi Notomiharjo.
Dengan kesulitan hidup yang dialami, ia terpaksa berdagang, mengojek
payung, dan jadi kuli panggul untuk mencari sendiri keperluan sekolah
dan uang jajan. Saat anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda, ia memilih
untuk tetap berjalan kaki. Mewarisi keahlian bertukang kayu dari
ayahnya, ia mulai pekerjaan menggergaji di umur 12 tahun.
Penggusuran yang dialaminya sebanyak tiga kali di masa kecil
mempengaruhi cara berpikirnya dan kepemimpinannya kelak setelah menjadi
Walikota Surakarta saat harus menertibkan pemukiman warga.
Masa kuliah dan berwirausaha
Dengan performa akademis yang dimiliki, ia diterima di Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan
Universitas Gajah Mada. Kesempatan ini dimanfaatkannya untuk belajar struktur kayu, pemanfaatan, dan teknologinya.
Selepas kuliah, ia bekerja di BUMN, namun tak lama memutuskan keluar
dan memulai usaha dengan menjaminkan rumah kecil satu-satunya, dan
akhirnya berkembang sehingga membawanya bertemu Micl Romaknan, yang
akhirnya memberinya panggilan yang populer hingga kini, Jokowi. Dengan
kejujuran dan kerja kerasnya, ia mendapat kepercayaan dan bisa
berkeliling Eropa yang membuka matanya. Pengaturan kota yang baik di
Eropa menjadi inspirasinya untuk diterapkan di Solo dan menginspirasinya
untuk memasuki dunia politik. Ia ingin menerapkan kepemimpinan
manusiawi dan mewujudkan kota yang bersahabat untuk penghuninya.
Karir politik
Walikota Surakarta
Dengan berbagai pengalaman di masa muda, ia mengembangkan Solo yang
buruk penataannya dan berbagai penolakan masyarakat untuk ditertibkan.
Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan dan menjadi kajian di
universitas luar negeri/.
Rebranding Solo
Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui
slogan Kota Solo
yaitu "Solo: The Spirit of Java". Langkah yang dilakukannya cukup
progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang
barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk
merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor
untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung
rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat.
Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh
pengelolanya, dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik
investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya.
Sebagai tindak lanjut
branding
ia mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota
Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan
keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut
pada bulan Oktober 2008 ini. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah
menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks
Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008 diselenggarakan di komplek Istana
Mangkunegaran.
Mendamaikan Keraton Surakarta
Pada tanggal 11 Juni 2004,
Paku Buwono XII
wafat tanpa sempat menunjuk permaisuri maupun putera mahkota, sehingga
terjadi pertentangan antara kedua putranya, Sampeyan Dalem Ingkang
Sinuwun Kanjeng Susuhunan (SDISKS) Paku Buwono XIII dan Kanjeng Gusti
Pangeran Haryo (KGPH) Panembahan Agung Tedjowulan. Selama tujuh tahun
ada dua raja yang ditunjuk oleh kedua pihak di dalam satu Keraton.
Konflik ini akhirnya mendorong campur tangan pemerintah Republik
Indonesia dengan menawarkan dualisme kepemimpinan, dengan Paku Buwono
XIII sebagai Raja dan KGPH Panembahan Agung Tedjowulan sebagai wakil
atau Mahapatih. Penandatanganan kesepahaman ini didukung oleh empat
perwakilan menteri, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Menteri Pekerjaan Umum serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif. Namun konflik belum selesai karena beberapa keluarga keraton
masih menolak penyatuan ini.
Puncaknya adalah penolakan atas Raja dan Mahapatih untuk memasuki
Keraton pada tanggal 25 Mei 2012. Keduanya dicegat di pintu utama
Keraton di Korikamandoengan.
Jokowi akhirnya berperan menyatukan kembali perpecahan ini setelah
delapan bulan menemui satu per satu pihak keraton yang terlibat dalam
pertentangan.
Pada tanggal 4 Juni 2012 akhirnya Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan
berakhirnya konflik Keraton Surakarta yang didukung oleh pernyataan
kesediaan melepas gelar oleh Panembahan Agung Tedjowulan , serta
kesiapan kedua keluarga untuk melakukan rekonsiliasi.
Penghargaan
Atas prestasinya, oleh
Majalah Tempo, Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari "10 Tokoh 2008".
Kebetulan di majalah yang sama pula,
Basuki Tjahaja Purnama,
atau akrab dengan panggilan Ahok pernah terpilih pula dalam "10 Tokoh
2006" atas jasanya memperbaiki layanan kesehatan dan pendidikan di
Belitung Timur. Ahok kemudian akan menjadi pendampingnya di
Pilgub DKI tahun 2012.
Gubernur Jakarta
Suasana di posko pemenangan Jokowi di Jalan Borobudur 22
Jokowi diminta secara pribadi oleh
Jusuf Kalla untuk mencalonkan diri sebagai
Gubernur DKI Jakarta pada
Pilgub DKI tahun 2012.
Karena merupakan kader PDI Perjuangan, maka Jusuf Kalla meminta
dukungan dari Megawati Soekarnoputri, yang awalnya terlihat masih ragu.
Sebagai wakil, Basuki T Purnama yang saat itu menjadi anggota DPR
dicalonkan mendampingi Jokowi dengan pindah ke Gerindra karena Golkar
telah sepakat mendukung Alex Noerdin sebagai Calon Gubernur.
Pasangan ini awalnya tidak diunggulkan. Hal ini terlihat dari klaim
calon petahana yang diperkuat oleh Lingkaran Survei Indonesia bahwa
pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli akan memenangkan pilkada dalam
satu putaran.
Selain itu, PKS yang meraup lebih dari 42 persen suara untuk
Adang Daradjatun di
pilkada 2007 juga mengusung
Hidayat Nur Wahid
yang sudah dikenal rakyat sebagai Ketua MPR RI periode 2004-2009.
Dibandingkan dengan partai lainnya, PDIP dan Gerindra hanya mendapat
masing-masing hanya 11 dan 6 kursi dari total 94 kursi, jika
dibandingkan dengan 32 kursi milik Partai Demokrat untuk Fauzi Bowo,
serta 18 Kursi milik PKS untuk Hidayat Nur Wahid. Namun LP3ES sudah memprediksi bahwa Jokowi dan Fauzi Bowo akan bertemu di putaran dua.
Hitung cepat yang dilakukan sejumlah lembaga survei pada hari
pemilihan, 11 Juli 2012 dan sehari setelah itu, memperlihatkan Jokowi
memimpin, dengan Fauzi Bowo di posisi kedua. Pasangan ini berbalik diunggulkan memenangi
pemilukada DKI 2012 karena kedekatan Jokowi dengan Hidayat Nur Wahid saat pilkada Walikota Solo 2010 serta pendukung Faisal Basri dan Alex Noerdin dari hasil survei cenderung beralih kepadanya.
Pilkada 2012 putaran kedua
Jokowi berusaha menghubungi dan mengunjungi seluruh calon, termasuk Fauzi Bowo,
namun hanya berhasil bersilaturahmi dengan Hidayat Nur Wahid dan memunculkan spekulasi adanya koalisi di putaran kedua. Setelahnya, Fauzi Bowo juga bertemu dengan Hidayat Nur Wahid.
Namun keadaan berbalik setelah partai-partai pendukung calon lainnya
di putaran pertama, malah menyatakan dukungan kepada Fauzi Bowo.
Hubungan Jokowi dengan PKS juga memburuk dengan adanya tudingan bahwa
tim sukses Jokowi memunculkan isu mahar politik Rp 50 Miliar.
PKS meminta isu ini dihentikan, sementara tim sukses Jokowi menolak tudingan menyebutkan angka imbalan tersebut.Kondisi kehilangan potensi dukungan dari partai-partai besar diklaim
Jokowi sebagai fenomena "Koalisi Rakyat melawan Koalisi Partai".
Klaim ini dibantah pihak Partai Demokrat karena PDI Perjuangan dan
Gerindra tetap merupakan partai politik yang mendukung Jokowi, tidak
seperti
Faisal Basri dan Hendrardji yang merupakan calon independen. Jokowi akhirnya mendapat dukungan dari tokoh-tokoh penting seperti Misbakhun dari PKS, Jusuf Kalla dari Partai Golkar,
Indra J Piliang dari Partai Golkar,
serta Romo Heri yang merupakan adik ipar Fauzi Bowo.
Pertarungan politik juga merambah ke dunia media sosial dengan peluncuran pembentukan
media center,
serta pemanfaatan media baru dalam kampanye politik seperti
Youtube.
Pihak Fauzi Bowo menyatakan juga ikut turun ke media sosial, namun
mengakui kelebihan tim sukses dan pendukung Jokowi di kanal ini.
Putaran kedua juga diwarnai berbagai tudingan kampanye hitam, yang antara lain berkisar dalam isu
SARA,
isu kebakaran yang disengaja, korupsi, dan politik transaksional.
Menjelang putaran kedua, berbagai survei kembali bermunculan yang
memprediksi kemenangan Jokowi, antara lain 36,74% melawan 29,47% oleh
SSSG, 72,48% melawan 27,52% oleh INES,
45,13% melawan 37,53% dalam survei elektabilitas oleh IndoBarometer, 45,6% melawan 44,7% oleh Lembaga Survei Indonesia.
Setelah pemungutan suara putaran kedua, hasil penghitungan cepat
Lembaga Survei Indonesia memperlihatkan pasangan Jokowi - Ahok sebagai
pemenang dengan 53,81%. Sementara rivalnya,
Fauzi Bowo -
Nachrowi Ramli mendapat 46,19%.
Hasil serupa juga diperoleh oleh Quick Count IndoBarometer 54.24% melawan 45.76%,
dan lima stasiun TV. Perkiraan sementara oleh metode Quick Count diperkuat oleh Real Count PDI Perjuangan dengan hasil 54,02% melawan 45,98%,
Cyrus Network sebesar 54,72% melawan 45,25%.
Dan akhirnya pada
29 September 2012,
KPUD DKI Jakarta menetapkan pasangan Jokowi - Ahok sebagai gubernur dan
wakil gubernur DKI yang baru untuk masa bakti 2012-2017 menggantikan
Fauzi Bowo -
Prijanto.
Pasca Pilkada 2012
Setelah resmi menang di perhitungan suara, Jokowi masih diterpa isu
upaya menghalangi pengunduran dirinya oleh DPRD Surakarta., namun
dibantah oleh DPRD.
Menteri Dalam Negeri
Gamawan Fauzi juga menyatakan akan turun tangan jika masalah ini terjadi,
karena pengangkatan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak dianggap
melanggar aturan mana pun jika pada saat mendaftar sebagai Calon
Gubernur sudah menyatakan siap mengundurkan diri dari jabatan sebelumnya
jika terpilih, dan benar-benar mengundurkan diri setelah terpilih.
Namun setelahnya, DPR merencanakan perubahan terhadap Undang-Undang No
34 tahun 2004, sehingga setalah Jokowi, kepala daerah yang mencalonkan
diri di daerah lain, harus terlebih dahulu mengundurkan diri dari
jabatannya pada saat mendaftarkan diri sebagai calon.
Atas alasan administrasi terkait pengunduran diri sebagai Walikota
Surakarta dan masa jabatan Fauzi Bowo yang belum berakhir, pelantikan
Jokowi tertunda dari jadwal awal 7 Oktober 2012 menjadi 15 Oktober 2012.
Acara pelantikan diwarnai perdebatan mengenai biaya karena adanya
pernyataan Jokowi yang menginginkan biaya pelantikan yang sederhana.
DPRD kemudian menurunkan biaya pelantikan menjadi Rp 550 juta, dari
awalnya dianggarkan Rp 1,05Miliar dalam Perubahan ABPD. Acara pelantikan
juga diramaikan oleh pedagang kaki lima yang menggratiskan dagangannya.
Sehari usai pelantikan, Jokowi langsung dijadwalkan melakukan kunjungan ke masyarakat.
Protes serikat buruh atas UMP
Selanjutnya, pada
24 Oktober 2012
yang lalu, terjadi unjuk rasa di Balaikota yang dilakukan sekumpulan
buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. .
Awalnya buruh menuntut kenaikan UMP menjadi Rp 2,79Juta, yang
ditanggapi ajakan dialog oleh Basuki Tjahaja Purnama dengan perwakilan
buruh. Akhirnya disepakati penggunaan angka survei Kecukupan Hidup Layak
bulan terakhir, dari sebelumnya yang dirata-rata dari data Februari
2012 hingga Oktober 2012, serta berbagai poin lainnya sehingga menjadi 13 kesepakatan.
Jokowi kemudian menyerahkan penghitungan UMP yang layak kepada Dewan
Pengupahan yang awalnya memunculkan rekomendasi angka Rp1,9Juta. Namun
sidang ini diganggu oleh tindakan buruh yang memanggil kembali
perwakilannya, sehingga angka ini baru mewakili kepentingan pengusaha. .
Akhirnya disepakati oleh berbagai pihak bahwa Upah Minimum Provinsi
sebesar Rp 2,2Juta yang kemudian ditetapkan oleh Dewan Pengupahan.
Jokowi melakukan berbagai konsultasi, termasuk dengan Menakertrans
Muhaimin Iskandar, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat untuk
menentukan UMP yang tepat bagi buruh di DKI Jakarta agar tidak mengalami
ketimpangan dengan daerah penyangga, namun masih layak untuk dinikmati
pekerja.
Penetapan UMP oleh Jokowi masih menunggu adanya kesepakatan Pengusaha
dan Buruh, dan ditambahi alasan "Menunggu Hari Baik". Sehingga hingga
18 November 2012, UMP yang berlaku masih sebesar Rp 1,5Juta.